SERPIHAN YANG TERSERAK TERANGKAI DALAM MOZAIK

Minggu, 11 November 2012

Saya Lupa Tidak Menyentuh Air dan Pasirnya

Trip ke Pantai Utara Jawa

CUKUP lama saya berencana melakukan perjalanan ke pantai utara Jawa. Perjalanan ini menjadi cukup istimewa bagi saya. Maklum, saya dilahirkan dan sejak kecil lebih banyak tinggal di dekat pantai selatan. Dari segi karekter pantainya tentu sangat berbeda, ombak di laut pantai utara lebih kecil daripada pantai selatan. Itulah yang membuat saya tertarik.

Akhirnya rencana saya kesampaian juga. Musim masih penghujan di minggu pertama April 2012, tapi beruntung cuaca sangat cerah. Hari itu saya melakukan perjalanan ke pantai utara di Semarang, Jawa Tengah. Setelah menempuh sekitar 4 jam perjalanan dari habitat saya Yogyakarta, akhirnya sampai juga di kota lumpia. Ada beberapa pantai di kota itu, tapi saya memilih Pantai Maron sebagai tujuan.

Ya, hari itu saya cukup beruntung. Seperti saya bilang tadi, di awal April itu hujan lebat seringkali mengguyur kota Semarang. Tapi hari itu cuaca benar-benar cerah, bahkan matahari bersinar lumayan terik. Maka perjalanan kami menyusuri beberapa tempat di kota itu, dan tentu saja Pantai Maron yang jadi tujuan utama, sama sekali tak terhambat cuaca buruk.

“Kamu beruntung kemarin cerah. Hari ini hujan lebat banget,” kata teman saya dalam pesan singkatnya keesokan harinya, saat saya sudah kembali ke habitat asli tentunya. Ya, teman saya ini sangat berbaik hati karena hari itu bersedia mengantar saya ke beberapa tempat menarik di kotanya. Dan pastinya ke Pantai Maron yang masih “sulit” dicari.

Saya bilang sulit dicari karena menurut saya memang masih tergolong pantai yang alami. Belum dikembangkan serius sebagai obyek wisata. Jalan sepanjang sekitar 2 km menuju pantai itu saja masih berupa jalan tanah berbatu. Berdebu kalau kemarau dan becek kalau habis hujan, begitulah kata teman saya.

Tapi, karena kondisinya yang masih alami itulah yang justru membuat saya tertarik untuk mendatanginya. Letaknya di dekat Bandara Ahmad Yani. Untuk ke sana, dari arah pusat kota kami masuk lewat kompleks bandara, kemudian menyusuri jalan yang memang benar-benar masih alami a.k.a jalan tanah kerikil berbatu.

Jalan tidak begitu banyak berbelok. Tapi dengan kondisi yang masih natural justru membuat saya tidak bosan melewatinya. Dan perjalanan kami menyusuri jalan yang benar-benar alami (kalau tidak mau dibilang jelek hehe..) sore itu langsung terbayarkan.

Pemandangan pantainya memang indah. Tidak begitu ramai. Ada beberapa pohon mati di tepi pantai yang batang dan ranting-rantingnya terlihat meranggas, memberi pemandangan tersendiri. Dan, matahari sudah mulai tenggelam, tentu bisa dibayangkan bagaimana warna langitnya yang indah.

Lagi-lagi saya beruntung. Setelah beberapa menit menikmati suasana pantai, matahari semakin turun mendekati garis cakrawala. Itu artinya… Sunset..!!! Momen sunset yang sangat langka mungkin. Saya benar-benar terpukau. Bukan cuma saat tenggelamnya matahari. Pendar-pendar warna langit jingga kemerahan sore itu benar-benar memukau. Amazing. Seingat saya, belum pernah saya melihat sunset sebagus itu sebelumnya.

Maka tidak keliru saya memilih pantai itu jadi tujuan utama. Mungkin kalau Pak Bondan akan bilang “Mak nyuss”, ah tapi tentu saja tidak karena bukan makanan hehe. Hmm..berbicara tentang makanan, perjalanan kami hari itu kemudian kami akhiri dengan mengisi perut, setelah puas menikmati sunset Pantai Maron.

Dan pilihan kami adalah seafood. Menu olahan kerang yang benar-benar “Mak nyuss” di dekat simpang lima itu pun mengembalikan tenaga kami setelah seharian menyusuri Semarang. Mulai dari Kelenteng Sam Poo Khong, Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), dan Pantai Maron.

Ah tapi saya lupa sesuatu. Setelah saya kembali ke habitat asal saya, baru saya ingat seperti ada yang kurang. Ternyata.. saya lupa tidak menyentuh air dan pasir pantai utara dengan tanganku. Mungkin karena benar-benar terpukau dengan sunset sore itu. Tapi tidak apa lah. Terimakasih Tuhan, untuk perjalanan hari itu. :)







     sunset di Pantai Maron




Baca Selanjutnya..